Habis Gelap Terbitlah Terang. Demikian judul buku yang ditulis oleh
Raden Adjeng Kartini, pejuang emansipasi wanita Indonesia. Dan kita tak
bisa menutup mata terhadap sejarah yang mencatat perjuangan beliau dalam
menempatkan kaum wanita pada hak dan kewajiban yang semestinya.
Jangan
gelapkan yang sudah terang. Ini bukanlah judul sebuah buku, tapi
mungkin akan dituliskan oleh Kartini bila beliau masih hidup di jaman
sekarang, dimana emansipasi banyak disalahartikan, juga
disalahtempatkan. Emansipasi sering dipahami sebagai sebuah kebebasan
yang seolah tidak ada aturan. Sungguh, kebebasan yang kebablasan.
Atas nama seni dan kebebasan berekspresi, beberapa wanita masa kini
rela bahkan ada yang bangga dirinya menjadi objek bahkan pelaku
pornografi dan juga pornoaksi. Astaghfirulloh. Jika hari ini R.A.
Kartini masih hidup, tentu beliau akan menangis sedih melihat degradasi
moral kaumnya yang tragis. Benar-benar membuat miris.
Pria dan
wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Dalam hal tertentu memang
iya, tapi dalam beberapa hal lainnya, tetap ada perbedaan antara pria
dan wanita, baik hak maupun kewajibannya.
Dalam hal pendidikan,
pria maupun wanita memiliki hak yang sama untuk mendapatkannya. Bahkan
Islam bukan hanya memandang ini sebagai hak, tapi kewajiban. Di berbagai
riwayat, dapat kita temukan hadist yang menyebutkan kewajiban setiap
muslim ( laki-laki dan perempuan ) menuntut ilmu, sejak masih dalam
buaian hingga masuk dalam kuburan. Mengapa? Jawabannya ada pada hadist
nabi lainnya, “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan
dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin
(selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya
pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia
memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Jadi apa
yang dulu R.A. Kartini perjuangkan adalah hal yang benar dan mulia.
Tidak semestinya kaum wanita diperlakukan beda dalam hal mendapatkan
pendidikan. Dan hasil perjuangan beliau sangat dirasakan sekali oleh
kaum wanita masa kini. Berbagai prestasi, baik dalam bidang pendidikan
maupun pekerjaan bukan lagi mutlak milik kaum pria. Banyak kaum wanita
yang mampu menunjukan prestasi cemerlang melebihi laki-laki. Dan ini
tidak masalah, tidak pula dilarang.
Yang menjadi masalah adalah
ketika ada yang menuntuk haknya ( dengan dalih emansipasi ) tapi
melupakan fitrahnya ataupun melalaikan kewajibannya sebagai perempuan.
Apapun
prestasi di luar rumah, seorang istri tetap berkewajiban mengurus rumah
tangganya. Apapun prestasi akademik yang dimilikinya, seorang istri
harus tetap hormat dan patuh pada suami ( sepanjang dalam hal kebaikan
dan kebenaran ). Setinggi apapun karir yang diraihnya, seorang ibu
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Seorang anak wajib berbakti
pada orang tuanya.
Prestasi dalam pendidikan maupun pekerjaan
tidak serta merta merubah fitrah seorang perempuan. Tidak pula
menggugurkan kewajibannya terhadap keluarga, masyarakat dan juga
negaranya. Emansipasi boleh jadi memberikan hak tapi tidak menghilangkan
kewajiban seorang wanita. Ini yang terkadang kurang dipahami dengan
baik oleh beberapa wanita masa kini. Bersenjatakan satu kata yaitu
emansipasi ditambah lagi hak asasi, mereka beranggapan pria dan wanita
sama, dalam segala hal, segala perkara. Tapi anehnya, ketika mereka
terpojok, keluarlah senjata pamungkasnya “Saya ini kan wanita, jangan
disamakan dengan pria!”
Majulah wahai saudari-saudariku, gunakan
hak-hakmu untuk meraih mimpi dan cita-citamu tanpa harus mengabaikan
fitrahmu, melalaikan kewajibanmu. Kartini, dengan perjuangannya, telah
memberikan cahaya terang bagi kaummu, karenanya jangan gelapkan lagi
yang sudah terang dengan perilaku burukmu. Kartini berjuang untuk
meninggikan derajatmu, mendapatkan hak-hakmu, bukan untuk melawan
kodratmu, bukan pula menghapus kewajibanmu. Jagalah terang yang telah
Kartini persembahkan agar tetap bercahaya. Jangan biarkan nafsu
mengembalikanmu pada kegelapan yang gulita.
Posting Komentar