Kabar Terkini :
.

Gallery Foto




Episode Syawal, Momentum Peningkatan

“Barang siapa telah berpuasa di Bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan enam hari dari Bulan Syawal (puasa), maka ia adalah seperti (pahala) puasa ad-Dahr (setahun)” HR Bukhari, no 6502.
Dalam kalender Hijriyah, bulan Syawal adalah  bulan yang kesepuluh setelah bulan Ramadhan. Disini saya tidak akan memaparkan (mungkin ada) polemik sekitar makna Syawal itu sendiri, karena bukan kapasitas saya. Namun saya akan memaparkan tentang pendapat saya seputar keharusan kita sebagai Hamba Alloh SWT seusai menunaikan Shoum Ramadhan, dengan ilmu, maroji’  yang saya peroleh.
Di bulan Syawal ini, yang lebih tepat dengan pendapat saya adalah seusai kita berpuasa di bulan Ramadhan  yang lalu, tentu kita memahami benar bahwa tujuan kita berpuasa di bulan Ramadhan adalah  capaian maksimal dalam ketaqwaan kita kepada ALLOH Azza Wajalla. Dan seusai Ramadhan tentu jika capaikan tersebut berhasil tentu mampu  meningginya derajat kita.  Tentu hal ini berdasar pada Sabda Rosul Saw, jika kita ikhlas dalam menunaikan shaum Ramadhan maka  jaza’  yang akan kita peroleh adalah mendapatkan maghfiroh dari Allah.
Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan tulus karena Allah, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dengan  dasar keyakinan  dan ekspektasi tersebut, tentu kita tidak semestinya, menyia-nyiakan  perjuangan  kita selama bulan Ramadhan  yang lalu, dengan hanya bersantai ria. Contoh,Ramadhan yang lalu kita rajin meramaikan (baca, memakmurkan) masjid dengan ragam kegiatan keagamaan, sosio-kultural, keremajaan, dll. Namun seusai Ramadhan, malah seakan “menjauh” dari masjid. Masjid layaknya sudah menjadi tempat yang sepi, jarang dirambah manusia saja. Belum lagi aktifitas (amal) kebaikan kita yang lain. Inikan ironi, jika benar-bernar terjadi !.
Sebulan penuh (Ramadhan) kita ditempa, digembleng, bak orang tua kita bilang, Puasa sebagai  kawah candradimuka, sarana penguatan diri kita, jasadiyah, fikriyah, qalbiyah, dan amaliyah. Eee ketika usai Ramadhan kok, mudah sekali semua itu dilupakan (tidak dilakukan). Inikan eman-eman (sayang) !.
Semua perbuatan kita yang tidak berguna/manfaat atau bahkan melalaikan, harus kita buang jauh-jauh, terlebih yang dilarang ALLOH SWT, terbersit/terfikirkan saja tidak apalagi dilirik dan dilakukan. Tentunya, ini semua kita lakukan untuk mencapai bukti peningkatan keislaman kita. Rosululloh Saw bersabda : Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. at-Tirmidzi dan lainnya).
Usai Ramadhan seharusnya momentum kita untuk pembuktian ketaqwaan, ketaatan dan kepekaan kita, bahkan sampai hadirnya kembali bulan Mulia, Ramadhan.
Dan bulan Syawal, adalah bulan yang memang  bulan (waktu) yang kaitan langsung dengan Ramadhan, Mengapa demikian ? menurut saya, karena selesai Ramadhan langsung masuk Syawal, tentu ini beririsan langsung, berbeda jika waktunya ada jeda (interval satu bulan dsb). Selanjutnya hasil nyata, pembuktian hasil perjuangan selama Ramadhan adalah waktu-waktu setelahnya, yakni Syawal. Dan logis juga jika di Syawal ini banyak kita yang tetap berupaya menguatkan kebaikan, sebagai kelanjutan (istimroriyah) tarbiyah di bulan Ramadhan.
Tentu, istimror-nya amalan kita bermakna pula peningkatan, dan masing-masing kita juga tentu mampu menakar dengan parameter amalan/kwalitas kita sebelum Ramadhan. Jika kita saat ini, Syawal, ternyata bersikap lebih baik, amalan lebih baik dan kwantitaspun juga lebih, maka makna penggemblengan kita dan kelanjutan amal kita di Syawal ini tercapai. Dan ini belum cukup, bagi kita yang benar-benar dan  yakin, kehati-hatian kita (Taqwa) tentu membutuhkan komitmen atau keistiqomahan agar tetap pada trackrecord positive hari ini lebih baik dari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini (Tarbiyah Ramadhan). Ketika istimror dalam ibadah dan amal solih sekalipun diluar Romadhon, maka indikator istiqomah pun telah kita upayakan.
Puasa Sunah 6 hari di bulan Syawal
“Barang siapa telah berpuasa di Bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan enam hari dari Bulan Syawal (puasa), maka ia adalah seperti (pahala) puasa ad-Dahr (setahun)” HR Bukhari, no 6502.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari diatas, menjadi spirit kita untuk meningkatkan (tarkiyah) amal ibadah kita. Terutama perihal shoum.  
Perihal shoum, tentu kita harus menguatkan prinsip bahwa tak peduli apakah bulan Ramadhan atau bukan, semua aktifitas ibadah harus tetap kita lakukan, hanya saja memang di bulan Ramadhan ada keistimewaan dengan akan dilipat gandakan semua amal ibadah kita. Termasuk berpuasa. sebagaimana dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman: “Setiap amal perbuatan anak Adam yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kali sehingga tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya” (HR. Muslim)
Mengenai adanya pendapat (dari beberapa sumber), tentang “seperti (pahala)puasa  Ad-Dahr (setahun), yakni memaknai hadits diatas secara matematis,yakni  jika diselaraskan dengan hadits, setiap kebaikan akan bernilai 10 kebaikan, maka bisa kita kalkulasikan,  Puasa Ramadhan adalah 30 hari ((1 bulan) x 10 = 10 bulan) + (6 hari Syawal x 10 = 60 hari (2 bulan). Jadi 10 bulan + 2 bulan = 12 bulan (1 tahun)).
Memang, hal diatas baru semacam persepsi secara matematis, dan tentunya kita menyakini bersama bahwa kebaikan (pahala) ALLOH atas perbuatan amal sholeh hamba-NYA bisa melebihi dari hitungan diatas. Dan inilah expektasi besar kita tentang balasan ALLOH SWT terhadap hamba-NYA yang rajin beramal sholeh.
Syawal dalam Perspektif Rumah Tangga
Bagi kita yang sudah membina rumah tangga, tentu makna seusai Ramadhan-pun harus menjadi momentum refleksi bersama pasangan untuk meningkatkan  kwalitas keluarga semakin  KOKOH. Kokoh dalam hal interaksi suami istri, kokoh dalam hal pendidikan keluarga (terhadap pasangan dan anak), kokoh dalam hal ekonomi keluarga dan terpenting kwalitas dan kwantitas amal kepada ALLOH dan lingkungan.
Banyak diantara kita, momentum Ramadhan yang lalu punya arti tersendiri bagi kita dalam hal Tarbiyah Keluarga. Apalagi yang sudah dikarunai keturunan, Ramadhan sebagai sarana pendidikan efektif dan   cukup waktu, sebulan penuh, berinteraksi dengan amalan amalan yang sarat akan penanaman karakter (syakhsiyah islamiyah).
Tentu, usai Ramadhan, Keluarga kita mempunyai berbagai macam cerita yang selalu kita kenang, sebagai pengalaman dalam keluarga. Bagi buah hati, meski masih belia, dan belum mampu shoum sehari penuh, dan sholat penuh, kemasjid, namun  tentu ekspresi dan  cerita selama Ramadhan itu ia sampaikan ke kita (ayah bunda)  dengan penuh ceria.
Betapa tidak, mereka kita latih (juga oleh ustadzah mereka) untuk “berpuasa” sampai jam 9/10 pagi (dari subuh tidak makan nasi/snack, yah klo agak kasihan cukup diberi minum saja). Dan ‘puasa” mereka tetap dilanjutkan, meski hanya interval 2/3/4 jam. Yang jelas, penanaman vealue karakter,” agar ALLOH sayang kita“ tetap kita upayakan.
Boleh jadi, banyak diantara kita juga sudah banyak yang melatih buah hati kita berpuasa setengah hari bahkan satu hari. Bagi saya, yang sangat fundamen adalah penanaman karakter ilahiyah tersebut secara dialogis dan menghindari pemaksaan. Karena mereka (buah hati) masih akan menjalani waktu lebih panjang dari kita (ayah bunda), insya’ALLOH.
*) Oleh : Dhanie Asy-syakib
               http://rumahceriamuslim.blogspot.com
(Merangkai kata, merajut asa, semoga berguna)

Chelsea Juara Liga Champion

Kalahkan Bayern Muenchen Melalui Adu Penalti
Dramatis! Chelsea akhirnya keluar sebagai juara Liga Champion 2012 usai mengalahkan Bayern Muenchen, gelar ini adalah yang pertama dalam sejarah klub asal London itu. Bermain di Fussball Arena, Ahad (20/5) dini hari WIB, Chelsea memastikan trofi juara setelah menang adu penalti dengan skor 4-3. Duel ini terpaksa memainkan adu penalti setelah skor 1-1 dalam 120 menit tidak berubah.

Pada babak pertama kendali permainan milik Bayern, Frank Ribery cs. mampu mendominasi penguasaan bola dan kreasi peluang.
Menit kelima Toni Kroos mengancam, namun sepakan jarak jauhnya masih melebar. Menit ke-20 giliran Arjen Robben memperoleh kans. Kali ini tendangan Robben dimentahkan Petr Cech.
Chelsea menerapkan pola bertahan dengan mengandalkan serangan balik. The Blues tercatat baru bisa melepaskan tendangan ke arah gawang Manuel Neuer, saat laga sudah berjalan 33 menit melalui Juan Mata.
Kans terbaik bagi Bayern untuk unggul datang tiga menit jelang turun minum. Sial, tendangan Mario Gomez yang sudah berdiri bebas di dalam kotak penalti masih melambung. Hingga babak pertama usai skor masih 0-0.
Di babak kedua Bayern masih mendominasi permainan. Menit ke-54 Ribery berhasil menjebol gawang Cech. Namun gol itu dianulir lantaran ia sudah lebih dulu di posisi offside.
Terus menyerang Bayern akhirnya berhasil menjebol gawang Chelsea di menit ke-83. Diawali umpan silang Kroos, Thomas Muller berhasil menanduk bola diluar jangkauan Cech. 1-0 Bayern unggul.
Akan tetapi Chelsea tidak tinggal diam. Dua menit jelang berakhirnya pertandingan The Blues berhasil menyamakan kedudukan! Adalah Didier Drogba yang jadi pahlawan setelah tandukkan kerasnya memanfaatkan umpan sepak pojok menghujam gawang Neuer. 1-1.
Skor 1-1 bertahan hingga berakhirnya 90 menit waktu normal. Laga ini dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu 2 x 15 menit. Di babak ini Bayern punya peluang emas ketika dihadiahi penalti. Sial, Robben yang menjadi eksekutor gagal setelah sepakannya ditangkap Cech.
120 menit berakhir, skor masih 1-1. Alhasil pertandingan dilanjutkan ke adu penalti. Di adu tos-tosan Chelsea akhirnya memastikan gelar usai menang 4-3. Dua penendang Bayern, Ivica Olic dan Bastian Schweinsteiger gagal. Sebaliknya di kubu Chelsea hanya Juan Mata yang gagal. Kemenangan Chelsea dipastikan Drogba sebagai penendang terakhir.
***
Bayern: Neuer, Lahm, Boateng, Tymoschuk, Contento, Schweinsteiger, Kroos, Robben, Muller (Van Buyten 86), Ribery (Olic 97), Gomez.
Chelsea: Cech, Bosingwa, Luiz, Cahill, Cole, Kalou (Torres 84), Mikel, Lampard, Bertrand (Malouda 73), Mata, Drogba.

Ujian Tapak Suci

Sebagai langkah meningkatkan kemampuan bela diri seseorang maka diperlukan kemampuan uji mental. Pada ujian yang dilaksanakan pada malam jum'at 11/Mei Santri Ibnul Qoyyim Putra menjalani ujian mulai dari fisik, mental, kepribadian dan juga pengetahuan jurus-jurus yang telah di ajarkan oleh Pak Pendekar Utama Suprapto.
Dalam ujian kali ini setiap siswa dan pembimbing "Mudabbir dan Asatid" ikut serta mengawasi dan menguji kemampuan para peserta. Rute yang digunakan tidak begitu jauh namun penempatan pos dan materi yang ada membuat perjalanan menjadi lebih lama.
Di awal mereka di bawa ke-lapangan Kadisono berbah sebagai pos pertama berangkat sekitar jam 21.30 mereka diberikan pemanasan terlebih dahulu agar ketika melakukan kegiatan fisik yang berat tidak terjadi cidera yang serius setelah kegiatan fisik mereka diberikan waktu untuk istirahat sementara, beberapa waktu berselang 1 persatu mereka dibangunkan untuk melanjutkan perjalanan menuju pos ke-dua dengan pembimbing yang telah ada dengan materi yang telah ditentukan setelah itu mereka melanjutkan kembali hingga pos berikutnya sampai pos terakhir dekat Ma'had tercinta. Pada materi Fighting/tarung ditempatkan pada Pos ke-tiga tepat di sawah yang lahan kosong mereka dibimbing dan diarahkan bagaimana bertarung yang baik dan benar.
Sampai pada saatnya sebelum adzan Subuh di kumandangkan mereka bergegas menuju Pesantren dan membersihkan diri dari lumpur dan air keruh nan bau, barulah mereka mengganti baju dan menuju Masjid untuk Menikmati indahnya pagi dengan Sujud dalam Masjid Mus'ab Bin Umair.
Seperti inilah perjuangan Santri-santri tanpa rasa kecewa...


Uuup'zzz,.. seruu ttuh


gaya apaan nih,..?? da yang taauuu

Ini niih gaya yg paling dsukai para penguji,.. Melewati parit sambil mandi air sawah,..!! malem"malem segeeer kaliee yeaa


Para pesilat tangguh bersiaplah untuk berduel
AYOOO keluarkan juruus maut u,..!!
JANGAN CUMA JADI LELAKI PENGECUUUT
ILMU BELADIRI BUKAN UNTUK MERENDAHKAN ORANG TAPI UNTUK MEMBELA
  *) Sumber : rivan-putra.blogspot.com
YANG MEMBUTUH
Jadilah Pahlawan untuk dirimu sendiri dan orang lain
Kalian hidup tidak sendirian tetapi juga bersama-sama

Biografi Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah

Nama seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yang wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak bagi madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.

Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya

Ia belajar ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.

Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.

Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur di segenap penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentang madzhab-madzhab Salaf.

Pada akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total (berguru secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H.
Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima.

Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara.

Sebagai hasil dari mulazamahnya (bergurunya secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah, beliau dapat mengambil banyak faedah besar, diantaranya yang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada kitabullah Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih, membuang apa-apa yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharui segala petunjuk ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar dan membersihkannya dari segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum Ahlul Bid’ah berupa manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsu mereka yang sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni: Abad kemunduran, abad jumud dan taqlid buta.

Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrah Islamiyah.

Ibnul Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu mereka dan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam.

Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap Ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai Hadits, makna hadits, pemahaman serta Istinbath-Istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya.

Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah amat teguh berpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafus ash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah.

Oleh karena itu beliau berpegang pada (prinsip) ijtihad serta menjauhi taqlid. Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabat serta apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya) dan A’immatul Fiqhi (para imam fiqih).

Dengan kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkan bahwa setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan dengan akal dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.

Beliau rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telah benar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliau tetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyak berdo’a.

Sasarannya

Sesungguhnya Hadaf (sasaran) dari Ulama Faqih ini adalah hadaf yang agung. Beliau telah susun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuh Hijriyah, suatu masa dimana kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orang dengki begitu gencarnya. Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketiga Hijriyah ketika jengkal demi jengkal dunia mulai dikuasai Isalam, ketika panji-panji Islam telah berkibar di semua sudut bumi dan ketika berbagai bangsa telah banyak masuk Islam; sebahagiannya karena iman, tetapi sebahagiannya lagi terdiri dari orang-orang dengki yang menyimpan dendam kesumat dan bertujuan menghancurkan (dari dalam pent.) dinul Hanif (agama lurus). Orang-orang semacam ini sengaja melancarkan syubhat (pengkaburan)-nya terhadap hadits-hadits Nabawiyah Syarif dan terhadap ayat-ayat al-Qur’anul Karim.

Mereka banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, serta pemutarbalikan makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ah dan khurafat di tengah kaum Mu’minin.

Maka adalah satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulama yang memiliki semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekad memerangi musuh-musuh Islam beserta gang-nya dari kalangan kaum pendengki, dengan cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadap ketentuan-ketentuan hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullah wa sunnatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk pengamalan dari Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada Umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl:44).

Juga firman Allah Ta’ala, “Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr:7).

Murid-Muridnya

Ibnul Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar, memberi fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i, Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyussssddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.

Aqidah Dan Manhajnya

Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikit kotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan kebenaran wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karim sebagai manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang benar. Beliau –rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan teori-teori kaum filosof.

Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alam seluruhnya –baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala bagian-bagaiannya, niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya. Mengingkari adanya Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb Ta’ala lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.”

Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedang dilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat Islam–Pent.) di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.

Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala,
“Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’:6).

Qotadah mengatakan, “Mereka (orang-orang yang diberi ilmu) itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.

Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.

Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasai taqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban sebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya.

Memang, prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid. Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun berada, ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an, sunnah serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang berargumentasi.

Di antara da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menuju keterbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi.

Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab, as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli (menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzari’ah (tindak preventif) dan al-‘Urf (kebiasaan yang telah diakui baik).

Ujian Yang Dihadapi

Adalah wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telah mengakar, mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya, menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya.

Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu lainnya kontra. Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan. Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qal’ah dan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat.

Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan diarak berkeliling di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk.

Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an, tadabbur dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh) menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya, mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum muslimin.

Pujian Ulama Terhadapnya

Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasih sayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal, sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan kata-kata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan, kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya.

Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorang yang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab salaf.”

Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau seorang yang bacaan Al-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullah tetap tidak bergeming.”

Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan, ‘Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicaya kekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah mengatakan, ‘Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).’”

Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta melakukan penelitian terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu dan masalah-masalah Ushul.”

Tsaqafahnya

Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang ‘Alim dan bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir.

Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya, dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.

Karya-Karyanya

Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah. Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya mampun menguasai sepersepuluhnya. Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul Qayyim terhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.

Beberapa Karyanya

1. Tahdzib Sunan Abi Daud,
2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin,
3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,
4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,
5. Bada I’ul Fawa’id,
6. Amtsalul Qur’an,
7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan,
8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil,
9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an,
10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,
11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain,
12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in,
13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ ila Rabbis Sama’
14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz,
15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad,
16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’
17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Am,.
18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah,
19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,
20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,
21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,
22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,
23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi,
24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,
25. Miftah daris Sa’adah,
26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah wal Mu’aththilah,
27. Raf’ul Yadain fish Shalah,
28. Nikahul Muharram,
29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah,
30. Fadl-lul Ilmi,
31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,
32. al-Kaba’ir,
33. Hukmu Tarikis Shalah,
34. Al-Kalimut Thayyib,
35. Al-Fathul Muqaddas,
36. At-Tuhfatul Makkiyyah,
37. Syarhul Asma il Husna,
38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,
39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,
40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi,
41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.

Wafatnya

Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya’ tanggal 13 Rajab 751 H. Ia dishalatkan di Mesjid Jami’ Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami’ Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.

Sumber:
1. Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir,
2. Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab wa Abdul Qadir al-Arna`uth,
3. Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’uf Sa’d,
4. Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imam asy-Syaukani,
5. Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad,
6. Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani,
7. Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali,
8. Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi,
9. Bughyatul Wu’at karya Suyuthi,
10. Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi,

Ibnul Qoyyim Islamic Championship

Generasi muda adalah suatu aset terpenting dalam kemajuan suatu bangsa. Karena di pundak para generasi mudalah harapan, tujuan, serta masa depan suatu bangsa bergantung. Maka dari itu, generasi muda yang kuat, tangguh berintelektual tinggi, serta beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi sangat diperlukan. Mengingat kemunduran bangsa yang semakin terasa. 
Dalam mencari bibit unggul generasi muda, diperlukan suatu wadah atau agenda untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas para bakal generasi muda yaitu anak-anak. Suatu agenda yang mampu menyalurkan kekreatifitasan, imajinasi serta intelektual para bakal generasi muda.
Dengan kegiatan Ibnul Qoyyim Islamic Championship Se-DIY ini kami diharapkan dapat menjadi wadah yang diperlukan para anak-anak untuk menyalurkan potensi mereka. sehingga terciptalah generasi penerus bangsa dan agama yang dapat berjuang di era globalisasi untuk bersama-sama menggalang ukhwah mengemban amanah di dalam indahnya bermushohabah.
Lomba IQIC 2012 dilaksanakan pada hari Ahad, tanggal 27 April 2012, di kompleks Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Putra Tegalyoso, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Dimulai pukul 08.00 –15.00 WIB.

         Jenis perlombaan yang akan diadakan adalah :
                     1.      Menggambar
                     2.      Baca Puisi
                     3.      Adzan
                     4.      Musabaqah Tilawatil Qur’an
                     5.      Musabaqah Hifdzul Qur’an
                     6.      Cerdas Cermat Agama
     Setelah perjuangan mempersiapkan acara kini mereka bekerja menyukseskan acara,..!! SUKSES SELALU
 
Juri-juri Lomba IQIC
 Panitia mempersiapkan daftar ulang sebelum acara pembukaan dimulai,..

Acara di buka oleh Bpk. Kepala Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Putra
Bpk. Irfan Syaifuddin M.H.I
Peserta Lomba dari TPA/SD se-Jogja
Santri ikut meramaikan acara IQIC

Para peserta di antar oleh pendamping ruangan.
Acara diadakan di Gedung baru dan di Masjid.
Lomba Menggambar
Lomba telah berlangsung dengan sesuai harapan penuh antusias, kemeriahan bahkan ada harapan dari para peserta kegiatan ini dapat dilanjutkan untuk tahun depan dengan lebih baik lagi.
Lomba Kaligrafi
Lomba MHQ

Lomba MHQ
Lomba Adzan
PildaCil
Sebagai hiburan lain selain juga mengisi waktu agar dapat menyegarkan pikiran Panitia memberikan Dorprice menarik mulai dari tiket masuk Kid's Fun Gratis baik permainan maupun Berenang selain itu ada juga Jam dinding serta bingkisan menarik lainya seluruhnya dari sponsor yang telah banyak memberikan bantuan.
Ka' Waluyo & Ka' Indra

Inilah saat-saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para peserta Lomba yang telah berjuang dengan semangat dan kreatifitas yang telah ditunjukkan. Tidaklah mudah menjadi Juara di butuhkan semangat yang tinggi dan penuh ketelitian selalu berlatih berdoa'a tanpa ada kata menyerah sebelum berakhir,..





Setiap Usaha Pasti Ada Hasil
Panitia Penyelenggarakan

Alhamdulillah acara Sukses 
TERIMAKASIH KEPADA Sponsor :
GURU & KARYAWAN IBNUL QOYYIM PUTRA
PEMPROV DIY
KID'Z FUN
RADIO ANAK JOGJA
GEMBIRA LOKA
ARIFA
HABBASYI
 *) Sumber : http://rivan-putra.blogspot.com
 

Pengantar Fiqih (bagian ke-3)

Sejarah Perkembangan Fiqih Islam
1. Di Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW semasa hidupnya menjadi referensi setiap muslim untuk mengetahui hukum agamanya. Baik hukum itu diambil dari Al Qur’an maupun dari Sunnahnya; yang mencakup: Perbuatannya, ucapannya, dan ketetapannya. Hukum yang Rasulullah perintahkan adalah hukum Allah yang bersifat qath’iy meskipun berbentuk pemahaman terhadap ayat Al Qur’an atau tafsirnya. Karena peran Rasulullah adalah menjelaskan Al Qur’an. Firman Allah: …Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An Nahl: 44), akan tetapi para sahabat tidak selalu dekat dengan Rasulullah sehingga setiap saat bias bertanya kepadanya tentang hukum agama yang muncul, sebab di antara para sahabat ada yang musafir, mukim di negeri yang jauh. Maka apa yang bisa mereka lakukan jika ada masalah.
Para sahabat berijtihad sebatas kemampuan dan pengetahuan mereka tentang hukum-hukum Islam dari prinsip-prinsip Islam yang bersifat umum. Sehingga ketika berjumpa dengan Rasulullah saw, mereka bertanya tentang apa yang dihadapi. Kemungkinan Rasulullah mengiyakan ijtihad mereka, atau meluruskan jika ada kesalahan, tetapi Rasulullah tidak pernah sekalipun menolak prinsip ijtihad mereka. Seperti hadits Ammar bin Yasir RA berkata: Rasulullah mengutusku melaksanakan satu tugas, lalu saya junub dan tidak menemukan air. Kemudian aku berguling-guling di tanah seperti hewan. Kemudian aku menemui Nabi dan aku ceritakan hal ini, lalu bersabda: Sesungguhnya sudah cukup bagimu dengan kedua tanganmu, lalu Nabi memukulkan tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, kemudian mengusapkan yang kiri pada tangan kanan, punggung tangan dan wajahnya. HR Asy Syaikhani dengan redaksi Muslim.
Kadang sekelompok sahabat berbeda ijtihadnya sehingga ketika masalah itu disampaikan kepada Rasulullah saw, menetapkan ijtihad yang benar dan menjelaskan kesalahan yang salah. Pernah juga menerima dua ijtihad yang bertentangan, sebagaimana ketika memerintahkan kaum muslimin untuk berangkat ke Bani Quraidhah dengan bersabda: “Janganlah ada seseorang yang shalat Ashar kecuali di Bani Quraidhah. [1]
Kaum muslimin segera berangkat, dan waktu Ashar hampir habis sebelum mereka sampai di Bani Quraidhah. Ada sebagian yang berijtihad dan shalat di jalan sehingga tidak ketinggalan waktu Ashar. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak menghendaki kita untuk mengakhirkan shalat Ashar lewat waktunya. Dan yang lainnya berijtihad dengan tidak shalat Ashar sehingga sampai di Bani Quraidhah sesuai dengan perintah Nabi, sehingga mereka shalat Ashar setelah Isya’. Maka ketika hal ini sampai kepada Nabi, Nabi tidak mengingkari kedua kelompok ini. Ini menunjukkan kemungkinan multi kebenaran hukum syar’i untuk satu masalah hukum.
2. Sejak Wafat Nabi Sampai Wafatnya Empat Imam Mazhab
Setelah Rasulullah saw wafat dan wilayah-wilayah baru Islam sangat luas. Mulailah kebutuhan ijtihad para sahabat meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh dua hal:
  1. Masuknya Islam ke masyarakat baru membuat Islam berhadapan dengan problema yang tidak pernah terjadi di masa Rasulullah saw, tidak ada wahyu yang turun, dan terdapat keharusan untuk mengetahui hukum agama dan penjelasannya.
  2. Seorang sahabat Nabi tidak mengetahui keseluruhan sunnah Nabi. Karena Rasulullah saw menyampaikan atau mempraktekkan satu hukum syar’i di hadapan sebagian sahabat, atau bahkan di hadapan satu orang sahabat saja, tidak diliput oleh keseluruhan sahabat. Hal ini mendorong sebagian sahabat berijtihad dalam masalah yang tidak diketahuinya dari Rasulullah saw, pada saat yang sama mungkin sahabat lain menerima langsung hukum syar’i ini dari Rasulullah.
Jarak antara para sahabat yang berjauhan setelah wafat Umar bin Al Khaththab RA terbukalah ruang tampilnya dua madrasah yang berbeda dalam menggali fiqih:
  1. Madrasatul Hadits di Hijaz, disebut demikian karena kebanyakan mereka berpegang kepada riwayat hadits. Hijaz adalah lahan Islam pertama. Setiap penduduknya kadang memiliki satu hadits atau lebih. Sebagaimana tabiat dan problem masyarakat yang tidak mengalami banyak perubahan, sehingga tidak memerlukan ijtihad.
  2. Madrasatur-ra’yi di Kufah. Disebut demikian karena banyak menggunakan akal dalam mengenali hukum-hukum syar’i. Hal ini terpulang kepada sedikitnya hadits akibat sedikitnya sahabat di sana, dan karena banyaknya problema baru dalam masyarakat baru yang tidak ada dasarnya sama sekali.
Pada awalnya perbedaan antara dua madrasah itu sangat tajam, hanya saja kemudian semakin menyempit bersama dengan perkembangan waktu, khususnya setelah pembukuan buku-buku hadits. Ditambah oleh keseriusan para ulama untuk menyaring dan menjelaskan mana yang shahih, dhaif/lemah, dan palsu, sehingga tidak banyak membutuhkan pendapat kecuali ketika tidak ada nash untuk satu masalah yang timbul. Adapun berijtihad dalam alur nash itu sendiri sudah ada di madrasatul hadits sebagaimana terdapat di madrasaturra’yi.
Pada fase inilah terjadi perkembangan fiqih yang sangat besar, dan menjadi satu ilmu tersendiri, dengan menampilkan ulama-ulama besar, yang terkenal adalah ulama empat mazhab, yaitu:
  1. Abu Hanifah, An Nu’man bin Tsabit (80-150 H) dikenal dengan sebutan al imam al a’zham (ulama besar), berasal dari Persia. Pemegang kepemimpinan ahlurra’yi, pencetus pemikiran istihsan (menganggap baik sesuatu), dan menjadikannya sebagai salah satu sumber hukum Islam. Kepadanyalah mazhab Hanafi dinisbatkan.
  2. Malik bin Anas Al Ashbahi (93-179 H) Dialah imam ahli Madinah, menggabungnya antara hadits dan pemikiran dalam fiqihnya. Dialah pencetus istilah Al Mashalih al Mursalah (kebaikan yang tidak disebutkan dalam teks) dan menjadikannya sebagai sumber hukum Islam. Kepadanyalah mazhab Maliki dinisbatkan.
  3. Muhammad bin Idris Asy Syafi’i Al Qurasyi (150-204 H) Mazhabnya lebih dekat kepada ahlul hadits, meskipun ia banyak mengambil ilmu dari pengikut Abu Hanifah dan Malik bin Anas. Kepadanyalah mazhab Syafi’i dinisbatkan
  4. Ahmad bin Hanbal Asy Syaibaniy (164-241 H) Dia adalah murid imam Syafi’i, dan mazhabnya lebih dekat kepada ahlul hadits
Dan kenyataannya sebelum munculnya para imam ini, bersama dan sesudah mereka itu terdapat ulama-ulama besar yang tidak kalah perannya terutama ulama di kalangan sahabat, seperti Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar dan Zaid bin Tsabit. Demikian juga ulama di masa tabi’in seperti Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, Ibrahim an Nakha’iy, Al Hasan AL Bashriy, Mak-hul dan Thawus. Kemudian para gurunya empat imam mazhab itu, dan ulama semasanya seperti Imam Ja’far Ash Shadiq, Al Auza’iy, Ibnu Syubrumah, Al Laits bin Sa’d, dll.
Akan tetapi empat imam mazhab itu memiliki para pengikut yang merangkum pendapatnya, merapikannya, menjelaskannya, atau meringkasnya untuk disajikan dengan mudah kepada kaum muslimin. Sehingga kaum muslimin dapat memperoleh apa saja yang membantunya memahami hukum Islam dengan tersusun rapi. Kemudian diajarkan di masjid-masjid beberapa tahun. Demikianlah sehingga menjadi pondasi bagi kehidupan kaum muslimin, membuatnya sudah cukup sehingga mereka tidak perlu merujuk kepada buku-buku tafsir, atau hadits untuk mengetahui hukum Islam. Karena telah disajikan dengan metode mazhab fiqih yang instant.
3. Sejak Wafatnya Empat Imam Mazhab Sampai Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah
Kaum muslimin menerima empat mazhab ini dengan talaqqi, dan menjadikannya sebagai pegangan fiqih Islam. Para ulama mempelajari dan mengajarkannya. Mulailah fiqih menyebar luas dari terapi masalah sampai pada analisa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kajian-kajian fiqih tersebar luas, dan mulai muncul fanatic mazhab yang menjadikan pengikut suatu mazhab menganggap dirinyalah yang Islam, dari yang semula hanya merupakan hukum dan pendapat yang berkembang dalam batas-batas ajaran Islam yang luas. Kemudian para ulama empat mazhab itu mengeluarkan fatwa tentang tertutupnya pintu ijtihad, sehingga orang-orang yang tidak berkompeten tidak masuk ke wilayah ini, lalu diikuti oleh orang-orang awam sehingga umat Islam berada dalam gelombang ketidakpastian yang mendelet apa yang sudah dibangun oleh para ulama besar sebelumnya.
Demikianlah sehingga berubah kepada taqlid. Para ulama mengarahkan usahanya untuk mencari dalil atas pendapat-pendapat mazhab, berijtihad di dalam mazhab, mentarjih antara pendapat yang berbeda-beda dalam satu mazhab. Jadilah fiqih berputar dalam dirinya sendiri. Seorang ulama fiqih mensyarah (menjelaskan) kitab fiqih imam sebelumnya dengan penjelasan rinci berjilid-jilid besar, lalu datang ulama berikutnya yang meringkasnya, kemudian ada yang memberikan ta’liq (catatan) atas ringkasan itu untuk menguraikan sebagian ketidakjelasan, lalu ada yang menulis hasyiyah (catatan pinggir)nya, kemudian ada yang kembali menguraikannya dengan detail. Demikianlah fiqih mengalami kejumudan untuk menguraikan realitas yang ada. Terjadi pembengkakan kajian masalah ibadah sementara masalah-masalah politik Islam, masalah mu’amalat. Sehingga ketika terjadi serangan Barat terhadap negeri Islam pada akhir abad sembilan belas ditemukan banyak sekali orang-orang yang sudah kalah jiwanya, lalu menerima banyak sekali pikiran Barat yang bertentangan dengan syari’at Islam dan menanggalkan atribut ke-Islam-an. Sehingga ada seorang tokoh yang berfatwa memperbolehkan uang riba untuk memberi makan anak-anak yatim, mengesahkan aturan yang menyamakan hak laki-laki dan wanita dalam memperoleh harta warisan.
Buah dari fanatik mazhab adalah kejumudan fiqih yang melatarbelakangi runtuhnya khilafah Utsmaniyah.
Pada masa itu memang ada ulama yang menyerukan untuk menolak taqlid. Banyak juga di antara ulama mazhab yang berijtihad dan berbeda dengan pendapat mazhabnya, dengan mentarjih pendapat mazhab lainnya. Tetapi terpaku dengan satu mazhab fiqih menjadi cirri menonjol mayoritas umat Islam saat itu, terutama ketika ada suara dari sebagian pengikut mazhab yang fanatic melarang pindah ke mazhab lain.
– Bersambung
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ALUMNI IBNUL QOYYIM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger